Sebenarnya aku selalu ingat dengan kejadian itu. Ketika wanita paruh baya yang masih jelas garis-garis kecantikan di wajahnya itu memasukan cincin ke jari manis kananku. Saat itu umurku masih 8 tahun, masih terlalu muda untuk mengerti maksud dan tujuan wanita cantik itu. Tetapi ketika memberikan cincin itu dia mengatakan bahwa ini untuk kenang-kenangan karena dia beserta keluarga akan pindah ke luar kota.
Sebenarnya hatiku sangat sedih malam itu. Karena pujaan hatiku akan pergi jauh. Jauh menurut alam pikiran kanak-kanakku. Yahh,, di umur 8 tahun aku sudah ada hati pada bocah lelaki, putra wanita cantik itu.
Aku tak paham cincin apa itu. Tetapi sedikit kuingat bahwa cincin yang telah diberikan wanita cantik itu padaku adalah cincin pertunangannya dengan sang suami. Suatu kehormatan bagiku menerima pemberiannya itu. Tak mungkin beliau memberikan harta yang cukup berharga itu semata-mata untuk kenang-kenagan.
Saat ini hatiku meragu, tetapi keyakinanku lebih besar bahwa dia secara tidak langsung berharap dan meminta diriku yang akan menjadi pendamping putranya nanti.
Sebenarnya tidak hanya cincin yang dihadiahkannya kepadaku. Liontin dan giwang pun pernah diberikannya. Kalau dipikir-pikir, saudara sendiri belum tentu mau memberikan rupa-rupa perhiasan sedemikian rupa. Ahhh,,, mungkin inih hanya harapan ku yang terlalu besar. Mungkin saja beliau orang yang sangat baik hati.
Tak hanya itu, beliau pun pernah meminta pada Ibundaku untuk menjodohkan anak masing-masing. Tetapi ibundaku menolak dengan halus karena berpikir mungkin pihaknyalah yang akan rugi karena dilihat dari manapun kami adalah pihak perempuan.
Terakhir kali aku bertemu dengan wanita cantik itu, beliau masih sepeti yang dulu, masih cantik, masih ceria dan masih membanggakan putra kesayangannya itu.
Aku rasa beliau tahu aku ada hati pada putranya. Beliau sangat antusias perihal keberhasilan putra kebanggaannya itu.
Aku sungguh sangat menginginkan ibu mertua semacam beliau. ^^
Tetapi hal itu tak akan terjadi jika pujaan hatiku tak ada hati padaku.
Aku akan terus menunggu, menunggu bagaimanakah nanti.
Masih menjadi suatu rahasia,,,
Jumat, 29 Mei 2009
Kamis, 21 Mei 2009
Aku butuhkan dia
Hatiku sedang tak menentu. Kecemasan yang tak berarti hilir mudik berkecamuk. Aku ingin ini berhenti, hilang, dan tenang. Aku ingin menghirup udara ketenangan bersama pujaan hatiku.
Alangkah bahagianya bila dia ada di sisiku. Mendampingiku menghadapi masa depan ku. Menyejukkan hatiku dan meyakinkan ku bahwa segalanya akan baik2 saja.
Tetapi dia masih disana. Jauh dariku dengan segala kesibukannya. Sulit bagiku untuk meraihnya. Mulut ini seperti terkunci bila dihadapkan dengan dirinya. Tanda2 keiyaan ku tak sedikit kukirim padanya. Mungkin tak terbaca olehnya. Hanya berharap dalam hati bahwa dia pun menginginkan diriku.
Sungguh sesak dada ini. Dia lah yang kuinginkan. Dia lah yang selalu hadir di hati ku. Dia,,dia,,dia,, yang tak kunjung memberikan isyarat hati padaku.
Aku pun belajar untuk realistis. Hatinya entah diserahkan pada siapa. Aku harus,,, harus bisa menerima dengan lapang dada.
Tetapi, hati ini masih mengharap. Sesuatu keajaiban akan tiba dan dia akan datang untukku. Walaupun hanya hayalku semata, tetapi aku bisa membayangkan diriku bahagia bersamanya.
Tuhan,
hati ini masih bertanya
kemanakah akan pergi??
Berulang ku mencoba berpaling darinya. Namun apa yang terjadi?? Bukan berdamai dengan hatiku malah makin dan semakin aku mencintainya.
Tuhan, sungguh aku sangat mencintai dia
Hatiku buta olehnya
Aku butuh dia
Kirimkanlah dia dan hatinya untukku
Alangkah bahagianya bila dia ada di sisiku. Mendampingiku menghadapi masa depan ku. Menyejukkan hatiku dan meyakinkan ku bahwa segalanya akan baik2 saja.
Tetapi dia masih disana. Jauh dariku dengan segala kesibukannya. Sulit bagiku untuk meraihnya. Mulut ini seperti terkunci bila dihadapkan dengan dirinya. Tanda2 keiyaan ku tak sedikit kukirim padanya. Mungkin tak terbaca olehnya. Hanya berharap dalam hati bahwa dia pun menginginkan diriku.
Sungguh sesak dada ini. Dia lah yang kuinginkan. Dia lah yang selalu hadir di hati ku. Dia,,dia,,dia,, yang tak kunjung memberikan isyarat hati padaku.
Aku pun belajar untuk realistis. Hatinya entah diserahkan pada siapa. Aku harus,,, harus bisa menerima dengan lapang dada.
Tetapi, hati ini masih mengharap. Sesuatu keajaiban akan tiba dan dia akan datang untukku. Walaupun hanya hayalku semata, tetapi aku bisa membayangkan diriku bahagia bersamanya.
Tuhan,
hati ini masih bertanya
kemanakah akan pergi??
Berulang ku mencoba berpaling darinya. Namun apa yang terjadi?? Bukan berdamai dengan hatiku malah makin dan semakin aku mencintainya.
Tuhan, sungguh aku sangat mencintai dia
Hatiku buta olehnya
Aku butuh dia
Kirimkanlah dia dan hatinya untukku
Jumat, 08 Mei 2009
surat untuk suamiku
Suamiku, satu bulan sudah berlalu. Masih teringat jelas di dalam memori otakku detik-detik bahagia itu. Detik di mana malaikatpun ikut mendoakan kita. Detik di mana gerbang kebahagiaan akan kita lewati dengan ikatan perjanjian yang kuat. Mahligai akan kita bangun dengan kekuatan cinta. Mahligai yang meski sederhana, namun kokoh dan meneduhkan. Engkau sebagai raja yang arif dan perkasa melindungi dari setiap serangan. Dan aku adalah ratu yang lembut, senantiasa memberi cinta dan kedamaian serta menjaga singgasana kita.
Suamiku, satu bulan kita lalui penuh kebahagiaan. Namun sayang, kita tidak boleh berbangga diri. Jalan di depan kita masih panjang. Satu bulan hanya masa perkenalan, seperti halnya bunga krisan yang beradaptasi di lingkungan barunya.
Satu bulan hanya masa yang singkat, karena sepanjang usia kita pun takkan bisa benar-benar mengenal dua pribadi yang berbeda. Satu bulan hanya titik awal kita memulai perjalanan ini. Ingatlah suamiku, perjalanan kita nantinya tidak selalu semulus yang kita rencanakan. Akan banyak kejutan dari-Nya yang bisa membuat kita tersenyum, tertawa, menangis, bahkan terluka. Namun, jangan sampai gentar suamiku sayang. Tetaplah tegar dan kuat menghadapinya. Karena kita kan selalu bersama, berusaha bersabar dan mengambil hikmah di setiap kejutan itu.
Ingatkah engkau sayangku. Nasehat bijak dari orang tua kita? Beliau tak lebih tinggi pendidikannya dari kita. Namun, mereka telah melalui perjalanan yang panjang. Telah banyak bunga dan duri yang mereka temui. Dan pastinya, mereka lebih banyak mengambil hikmahnya. Maka suamiku, mari kita renungkan nasehat tersebut. Sama-sama kita perbanyak bekal dalam perjalanan panjang kita.
Sayang, aku ingin selalu menjadi bidadari untukmu. Tidak hanya di dunia sekarang, tapi juga sampai ke surga Allah kelak. Maka, tak akan mudah seperti yang ku bayangkan untuk mencapainya. Dinda juga perlu bantuan dan dukunganmu, wahai suamiku. Ingatkanlah dengan tegas setiap kesalahanku namun dengan kelembutanmu. Karena isterimu ini hanyalah tulang rusuk mu yang bengkok. Jangan kau paksakan meluruskannya, karena ia akan patah. Tapi jangan juga kau biarkan karena ia akan selamanya bengkok. Bimbinglah isterimu ini untuk meraih ridho dari mu dan terutama ridho dari Allah.
Ketahuilah suamiku, aku hanyalah manusia biasa yang jauh dari sempurna. Begitu juga dengan dirimu. Aku hanya wanita yang bisa rapuh. Begitu juga engkau hanya lelaki biasa yang bisa menjadi khilaf. Kita hanya pribadi yang mempunyai ego masing-masing. Kita bisa mengajukan semua logika untuk merancang masa depan surga kita. Namun, kita tidak berdaya dengan kuasa-Nya. Hanya kekuatan doa lah yang bisa membantu kita. Hanya kesederhanaan pemikiran kita tentang sabar dan syukur yang bisa menyelamatkan kita.
Jangan pernah takut sayang, jika suatu saat badai datang menerjang kapal kita. Aku kan selalu mendampingimu melawan badai itu. Luruskan arah dan kembangkan layar, aku kan membantumu dengan kompas penunjuk arah yang benar. Tetaplah tabah menghadapinya karena badai itu kan mendewasakan kita hingga nantinya kita sampai ke pulau impian itu. Karena Allah tidak akan menguji kita di luar kesanggupan kita. Yakinlah akan ada terang setelah gelap malam. Kuatkanlah desain kapal kita agar anak-anak kita nantinya tetap aman di dalamnya meski kita menghadapi goncangan. Persiapkanlah untuk mereka pendidikan akhlak yang terbaik sehingga mereka bisa meguhkan perjuangan kita dan menguatkan dengan doa.
Tak banyak lagi kata-kata yang bisa kutuangkan dalam surat ini, suamiku. Karena kata takkan cukup menceritakan tiap hal yang akan kita temui. Hanya sebait puisi kesayanganmu yang bisa kuselipkan di akhir surat ini.
”Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan kata yang tak sempat disampaikan kayu kepada api yang menjadikannya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.” (Sapardi Djoko Damono)
Sekian surat dari ku untukmu suamiku. Kutitipkan doa di dalam surat ini, dan akan kkirim dengan penuh cinta kasih sayang hanya untukmu.
Dari wanita tak sempurna yang sedang belajar menjadi perhiasan dunia untukmu, sebagai isteri sholeha.
Oleh Nely Dyahwathi
Suamiku, satu bulan kita lalui penuh kebahagiaan. Namun sayang, kita tidak boleh berbangga diri. Jalan di depan kita masih panjang. Satu bulan hanya masa perkenalan, seperti halnya bunga krisan yang beradaptasi di lingkungan barunya.
Satu bulan hanya masa yang singkat, karena sepanjang usia kita pun takkan bisa benar-benar mengenal dua pribadi yang berbeda. Satu bulan hanya titik awal kita memulai perjalanan ini. Ingatlah suamiku, perjalanan kita nantinya tidak selalu semulus yang kita rencanakan. Akan banyak kejutan dari-Nya yang bisa membuat kita tersenyum, tertawa, menangis, bahkan terluka. Namun, jangan sampai gentar suamiku sayang. Tetaplah tegar dan kuat menghadapinya. Karena kita kan selalu bersama, berusaha bersabar dan mengambil hikmah di setiap kejutan itu.
Ingatkah engkau sayangku. Nasehat bijak dari orang tua kita? Beliau tak lebih tinggi pendidikannya dari kita. Namun, mereka telah melalui perjalanan yang panjang. Telah banyak bunga dan duri yang mereka temui. Dan pastinya, mereka lebih banyak mengambil hikmahnya. Maka suamiku, mari kita renungkan nasehat tersebut. Sama-sama kita perbanyak bekal dalam perjalanan panjang kita.
Sayang, aku ingin selalu menjadi bidadari untukmu. Tidak hanya di dunia sekarang, tapi juga sampai ke surga Allah kelak. Maka, tak akan mudah seperti yang ku bayangkan untuk mencapainya. Dinda juga perlu bantuan dan dukunganmu, wahai suamiku. Ingatkanlah dengan tegas setiap kesalahanku namun dengan kelembutanmu. Karena isterimu ini hanyalah tulang rusuk mu yang bengkok. Jangan kau paksakan meluruskannya, karena ia akan patah. Tapi jangan juga kau biarkan karena ia akan selamanya bengkok. Bimbinglah isterimu ini untuk meraih ridho dari mu dan terutama ridho dari Allah.
Ketahuilah suamiku, aku hanyalah manusia biasa yang jauh dari sempurna. Begitu juga dengan dirimu. Aku hanya wanita yang bisa rapuh. Begitu juga engkau hanya lelaki biasa yang bisa menjadi khilaf. Kita hanya pribadi yang mempunyai ego masing-masing. Kita bisa mengajukan semua logika untuk merancang masa depan surga kita. Namun, kita tidak berdaya dengan kuasa-Nya. Hanya kekuatan doa lah yang bisa membantu kita. Hanya kesederhanaan pemikiran kita tentang sabar dan syukur yang bisa menyelamatkan kita.
Jangan pernah takut sayang, jika suatu saat badai datang menerjang kapal kita. Aku kan selalu mendampingimu melawan badai itu. Luruskan arah dan kembangkan layar, aku kan membantumu dengan kompas penunjuk arah yang benar. Tetaplah tabah menghadapinya karena badai itu kan mendewasakan kita hingga nantinya kita sampai ke pulau impian itu. Karena Allah tidak akan menguji kita di luar kesanggupan kita. Yakinlah akan ada terang setelah gelap malam. Kuatkanlah desain kapal kita agar anak-anak kita nantinya tetap aman di dalamnya meski kita menghadapi goncangan. Persiapkanlah untuk mereka pendidikan akhlak yang terbaik sehingga mereka bisa meguhkan perjuangan kita dan menguatkan dengan doa.
Tak banyak lagi kata-kata yang bisa kutuangkan dalam surat ini, suamiku. Karena kata takkan cukup menceritakan tiap hal yang akan kita temui. Hanya sebait puisi kesayanganmu yang bisa kuselipkan di akhir surat ini.
”Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan kata yang tak sempat disampaikan kayu kepada api yang menjadikannya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.” (Sapardi Djoko Damono)
Sekian surat dari ku untukmu suamiku. Kutitipkan doa di dalam surat ini, dan akan kkirim dengan penuh cinta kasih sayang hanya untukmu.
Dari wanita tak sempurna yang sedang belajar menjadi perhiasan dunia untukmu, sebagai isteri sholeha.
Oleh Nely Dyahwathi